Bhayangkara Insight.com
Bitung - 26 September 2025
Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) yang seharusnya menghadirkan air bersih gratis untuk masyarakat justru menuai sorotan tajam di Kelurahan Pinangunian, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung.
Fakta di lapangan menunjukkan, masyarakat tidak hanya dibebankan biaya pemasangan sebesar Rp300 ribu, namun juga ditagih iuran bulanan Rp20 ribu per bulan / rumah tangga. Padahal, konsep PAMSIMAS berdasarkan pedoman Kementerian PUPR adalah program bantuan pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan akses air bersih gratis dan terjangkau sebagai hak dasar warga negara.
Lebih mencengangkan lagi, pembangunan yang diklaim sebagai “bak penampungan baru” ternyata hanya memanfaatkan infrastruktur lama milik Perusahaan Umum Daerah (Perumda) yang dibangun pada tahun 2018. Oknum pelaksana proyek diduga hanya mengecat ulang bak tersebut, lalu menempelkan label “Proyek PAMSIMAS 2023”.
Praktik semacam ini patut diduga sebagai penyimpangan anggaran negara dan berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 mengenai penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan setiap penyelenggara pemerintahan mengelola APBD dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan bebas dari praktik KKN.
Selain itu, hal ini juga mencederai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Sejumlah warga telah melaporkan persoalan ini ke Inspektorat Daerah serta Dinas Pekerjaan Umum Kota Bitung. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut yang transparan. Publik menilai ada indikasi pembiaran terhadap dugaan pelanggaran anggaran tersebut.
Ketua Ratu Prabu – Center 08 Sulawesi Utara, Ustadz Adrianto Kaiko, dengan tegas mengecam praktik ini. Ia menilai adanya dugaan kuat keterlibatan oknum kontraktor, PPK, maupun pihak terkait lainnya.
Ini jelas-jelas pelanggaran anggaran dan korupsi. Kami mendesak Aparat Penegak Hukum, khususnya Kejaksaan, untuk turun tangan lebih tegas dan transparan. Air bersih adalah hak dasar masyarakat, bukan ladang bisnis oknum,” tegas Adrianto Kaiko.
Kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap proyek berbasis masyarakat, yang seharusnya menjadi ujung tombak pemenuhan kebutuhan dasar rakyat kecil. Alih-alih memberikan layanan gratis, warga justru dijadikan objek pungutan liar yang menyalahi aturan.
Apabila aparat penegak hukum lamban menindaklanjuti laporan ini, dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap program pemerintah dan institusi hukum akan semakin terkikis.
( aldo )


Social Header
Label
Categories