Breaking News

Nelayan Tradisional Pateten Tercekik Kebijakan Pelabuhan.Dugaan Pungli Menguat, Regulasi BUMN Dilanggar, Negara Wajib Hadir

Bhayangkara Insight.com.Bitung , Sulawesi Utara18 Desember 2025Sejumlah nelayan tradisional di wilayah Pateten dan sekitarnya kini berada dalam kondisi tertekan dan resah akibat kebijakan baru di kawasan Pelabuhan Bitung yang berada di bawah pengelolaan PT Pelindo, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tunduk langsung pada pengawasan Kementerian BUMN Republik Indonesia.Penetapan tarif masuk kendaraan pengangkut logistik dinilai melonjak drastis, tidak transparan, minim sosialisasi, serta tidak disertai dasar regulasi tertulis sebagaimana diwajibkan dalam tata kelola BUMN. Kebijakan ini memicu dugaan kuat adanya penyimpangan kewenangan di tingkat operasional lapangan.Sekitar 100 nelayan tradisional mengaku kini kesulitan mengakses kawasan pelabuhan yang selama puluhan tahun menjadi ruang hidup dan denyut nadi ekonomi mereka. Pelabuhan yang seharusnya menjadi fasilitas publik strategis justru berubah menjadi area berbayar yang mencekik nelayan kecil dan mengancam keberlangsungan mata pencaharian mereka.YS, salah satu nelayan Pateten, mengungkap bahwa dirinya dipaksa membayar Rp85.000 saat hendak membawa barang ke dalam area pelabuhan. Ironisnya, tarif tersebut disamakan dengan kendaraan pick-up, tanpa mempertimbangkan jenis muatan maupun status nelayan tradisional. Praktik ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan masyarakat kecil.Kondisi semakin memprihatinkan ketika pembayaran dilakukan tanpa karcis resmi, tanpa sistem non-tunai, serta tanpa papan informasi tarif. Nelayan bahkan menyebut adanya praktik petugas menutup palang pintu sambil melontarkan istilah “86”, yang secara luas dipahami publik sebagai kode negosiasi ilegal. Fakta ini memperkuat dugaan pungutan liar (pungli) yang terorganisir.Selain itu, pelarangan kendaraan roda dua (R2) masuk ke dermaga dinilai tidak rasional dan tidak berperikemanusiaan, mengingat motor adalah sarana utama nelayan mengangkut alat tangkap dan perbekalan melaut. Kebijakan ini secara nyata memutus efisiensi kerja nelayan Sebagai BUMN, PT Pelindo tidak dapat menetapkan pungutan secara sepihak. Setiap tarif wajib mengacu pada:

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN👉 BUMN wajib menjalankan usaha berdasarkan prinsip good corporate governance (GCG), transparansi, akuntabilitas, dan tidak merugikan masyarakat.

2. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 jo. PER-09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik👉 Setiap kebijakan operasional yang berdampak pada publik wajib memiliki dasar hukum, mekanisme resmi, dan dapat diaudit.

3. Ketentuan Kepelabuhanan👉 Tarif jasa pelabuhan harus diumumkan secara terbuka, menggunakan sistem resmi (karcis atau non-tunai), dan tidak boleh dipungut oleh individu di lapangan.

👉 Jika pungutan tidak memiliki SK tarif, tidak tercantum dalam sistem resmi, dan tidak disertai bukti pembayaran, maka pungutan tersebut ilegal.

Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK–RI) Adrianto menyatakan:

" Pungutan di kawasan Pelabuhan Pelindo tanpa karcis resmi, tanpa papan tarif, serta adanya negosiasi di tempat merupakan indikasi kuat praktik pungli. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi berpotensi masuk ranah pidana. GNPK–RI mendesak Kementerian BUMN, manajemen Pelindo, dan APH untuk segera melakukan audit investigatif dan penindakan tegas.

GNPK–RI menegaskan bahwa nelayan tradisional adalah kelompok rentan yang wajib dilindungi negara, bukan dijadikan objek pemerasan oleh oknum berseragam.

Istilah “UUD Pungli” di masyarakat merujuk pada aturan hukum yang melarang pungutan tanpa dasar hukum, antara lain:

1. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli)👉 Setiap pungutan yang tidak sesuai ketentuan resmi adalah pungli dan wajib ditindak.

2. KUHP Pasal 368👉 Pemerasan dengan ancaman untuk memperoleh keuntungan dapat dipidana.

3. KUHP Pasal 423👉 Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang membayar sesuatu dapat dipidana.

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi👉 Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan masyarakat termasuk tindak pidana korupsi.Nelayan Pateten secara tegas menuntut:1. Walikota Bitung segera turun tangan2. Manajemen Pelindo membuka dasar hukum tarif3. APH dan Polsek Pelabuhan mengusut dugaan pungli4. Kementerian BUMN melakukan evaluasi menyeluruhJika negara terus diam, maka yang terjadi bukan sekadar konflik kebijakan, melainkan pembiaran kejahatan terhadap rakyat kecil.Pelabuhan adalah milik publik.Nelayan bukan objek pungli.Hukum harus ditegakkan.

Nelayan Pateten secara tegas menuntut:

1. Walikota Bitung segera turun tangan


2. Manajemen Pelindo membuka dasar hukum tarif


3. APH dan Polsek Pelabuhan mengusut dugaan pungli


4. Kementerian BUMN melakukan evaluasi menyeluruh



Jika negara terus diam, maka yang terjadi bukan sekadar konflik kebijakan, melainkan pembiaran kejahatan terhadap rakyat kecil.

Pelabuhan adalah milik publik.
Nelayan bukan objek pungli.
Hukum harus ditegakkan.

( arya )
© Copyright 2022 - BHAYANGKARA INSIGHT