SULAWESI UTARA - Bhayangkara insight
Bitung, 29 Juli 2025 – Penetapan tarif masuk kendaraan roda dua (motor) sebesar Rp6.000 sekali masuk di Pelabuhan Ferry Bitung oleh PT. ASDP Indonesia Ferry menuai keresahan di kalangan masyarakat. Warga menilai bahwa kebijakan ini diterapkan secara sepihak tanpa kajian terbuka bersama lembaga pengawasan atau Pelibatan Media sebagai fungsi Kontrol Publik.
Dalam karcis resmi yang dikeluarkan PT. ASDP Indonesia Ferry-Bitung tertulis bahwa tarif masuk untuk motor Golongan II sebesar Rp6.000 sekali masuk. Namun, tidak dijelaskan Secara rinci dasar Perhitungan tarif tersebut, termasuk apakah telah melalui uji publik atau melibatkan otoritas pengawasan seperti Ombudsman, DPRD setempat, atau Lembaga Konsumen.
Menurut beberapa warga yang enggan disebutkan namanya, penarikan tarif tersebut seolah menjadi beban tambahan yang tidak memiliki transparansi dan justifikasi yang adil. “Kami tidak pernah tahu kapan tarif ini diputuskan. Tidak ada Sosialisasi, tidak ada Perwakilan Masyarakat yang dilibatkan,” keluh seorang pengendara motor.
Dugaan Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan
Kebijakan ini diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Pasal 9: Penyelenggara Pelayanan Publik wajib melibatkan Masyarakat dan pengguna layanan dalam penyusunan kebijakan layanan.
Pasal 17 huruf f: Setiap Penyelenggara wajib memberikan informasi terkait tarif dan proses Penetapannya secara Transparan.
2. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Pasal 2 ayat (1): Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.
Pasal 11 ayat (1): Badan Publik Wajib Mengumumkan informasi Mengenai biaya dan kebijakan yang berdampak langsung kepada masyarakat.
3. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Jika pengelolaan jasa Retribusi diberikan kepada pihak ketiga, harus ada Keterbukaan dan Akuntabilitas Sesuai Prinsip good governance.
4. Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 66 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan
Ditegaskan bahwa Penyesuaian tarif harus mendapat persetujuan Menteri atau Otoritas terkait serta melalui Konsultasi Publik.
Desakan Investigasi dan Kajian Ulang
Sejumlah aktivis dan tokoh Masyarakat meminta agar Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Utara serta DPRD Kota Bitung segera Melakukan Audit dan Klarifikasi terhadap Penerapan tarif tersebut.
“Ini bukan soal Nominalnya, tapi Prinsip Keadilan dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan layanan publik. Jangan sampai Pelabuhan menjadi ladang bisnis yang Membebani rakyat,” tegas Adrianto Sebagai Aktivis Sosial di Provinsi Sulawesi Utara.
Publik berharap agar pemerintah daerah, DPRD, dan Pihak Pengelola Pelabuhan Membuka ruang dialog dengan Masyarakat, Media, dan Lembaga Pengawas guna Memastikan bahwa Kebijakan Tarif Masuk tersebut tidak Bertentangan dengan Prinsip Keadilan, Transparansi, dan Keterlibatan Publik.*red"


Social Header
Label
Categories